Selasa, 22 Desember 2009

Ibn Khaldun, Seorang Ahli Ekonomi dari Tunisia

Ibn Khaldun merupakan seorang ilmuwan Muslim abad keempat belas. Dia lahir di Tunisia dan banyak menuliskan berbagai macam karya ilmiah. Dia merupakan seorang ahli ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Dia sudah mengemukakan berbagai macam teori ekonomi jauh sebelum lahirnya para ahli ekonomi barat seperti Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823).

Pada saat remaja, Ibn Khaldun sudah banyak melakukan kontemplasi dan menuliskan hasil pemikirannya. Sehingga tidak mengherankan jika tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan tersebut merupakan hasil pemikiran yang terlahir karena pengamatannya terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya yang dianalisis dengan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya.


Saat menginjak dewasa, Ibn Khaldun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan di Afrika Utara. Dia juga pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Di tempat itulah dia banyak menuliskan karya-karya yang fenomel dan monumental hingga saat ini karyanya tersebut masih dijadikan objek studi, seperti karya-karyanya tentang ilmu ekonomi.


Ibn Khaldun merupakan orang pertama yang secara sistematis menganalisis fungsi ekonomi, pentingnya teknologi, spesialisasi dan perdagangan ke luar negeri jika negara mengalami surplus ekonomi. Dia juga menekankan peran pemerintah dan kebijakan stabilisasi untuk meningkatkan output produksi serta pembukaan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat.


Ibn Khaldun telah mempelajari ekonomi, sosiologi, ilmu politik dan berbagai mata pelajaran lain untuk memahami perilaku manusia dan sejarah. Dia mengungkapkan fakta bahwa spesialisasi merupakan sumber utama terjadinya surplus ekonomi. Pernyataan tersebut dia ungkapkan hampir tiga abad sebelum dikatakan oleh Adam Smith. Menurut Ibn Khaldun, ketika ada suatu lingkungan yang kondusif untuk melakukan spesialisasi, maka sebaiknya pengusaha didorong untuk melakukan perdagangan dan produksi lebih lanjut. Namun dengan spesialisasi maka seseorang bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak dari usahanya.


Dalam menjelaskan spesialisasi, dia mengatakan, setiap jenis kerajinan tertentu harus dihasilkan oleh orang-orang yang mahir dan terampil dalam membuat kerajinan tersebut. Semakin banyak berbagai subdivisi dari suatu kerajinan, maka semakin besar pula jumlah orang-orang yang harus mahir dalam membuat kerajinan tersebut. Para pengrajin harus mempunyai keahlian tertentu dan mereka dari hari ke hari semakin mahir dalam membuat kerajinan tangan. Pengetahuan mereka tentang kerajinan juga semakin banyak. Jika hal ini dilakukan dalam waktu yang lama, maka kerajinan akan berakar kuat dan bisa menjadi sumber mata pencaharian yang bagus.


Menurut Ibn Khaldun, spesialisasi berarti koordinasi dari berbagai fungsi dari faktor produksi di mana orang-orang akan mendapatkan kepuasan yang lebih dengan melakukan kerja sama dari pada dikerjakan sendirian. Selain itu, koordinasi dan kerja sama dalam proses produksi harus ada dalam kewirausahaan menurut kekuatan pasar. Dia menganggap pekerja dan pengusaha sebagai anggota yang dihormati dalam masyarakat yang mencoba untuk memaksimalkan kegiatan mereka untuk mendapatkan upah dan laba. Baginya, keuntungan adalah motif utama dalam kewirausahaan sebab dengan meraih banyak keuntungan diharapkan produksi bisa diperluas. Sedangkan perdagangan berarti usaha untuk meraih keuntungan dengan meningkatkan modal, melalui pembelian barang-barang dengan harga rendah lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi. Laba merupakan nilai yang direalisasikan dari tenaga kerja. Namun nilai ini, yakni harga tenaga kerja ditentukan oleh hukum penawaran dan permintaan. Poin ini tidak terjawab oleh Karl Marx dan para pengikutnya.


Koordinasi, kerjasama dan arah faktor-faktor produksi dalam meningkatkan surplus ekonomi produktif merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh pengusaha yang berusaha keras untuk mencari keuntungan dalam kegiatan ekonomi mereka. Para pengusaha tersebut menghabiskan waktu, tenaga dan modal untuk mencari barang dan jasa lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi dalam rangka mendapatkan keuntungan. Ibn Khaldun memuji prakarsa para pengusaha tersebut dalam kegiatan produktif mereka dan mereka pantas mendapat keuntungan dari usaha mereka yang berisiko. Bahkan Karl Marx dan Ricardo kurang bisa memahami hal tersebut.


Ibn Khaldun mengungkapkan teori ekonomi yang menyatakan harga barang dan jasa ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Ketika suatu barang langka dan permintaan naik, maka harga menjadi tinggi. Para pedagang akan membeli barang di pusat barang tersebut diproduksi sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah. Lalu mereka akan menjual barang tersebut di daerah yang langka akan barang tersebut dan di daerah yang permintaannya terhadap barang tersebut tinggi. Dengan demikian pedagang bisa menjual dengan harga tinggi dan mendapat laba. Namun ketika sebuah tempat terdapat barang yang jumlahnya berlimpah, maka harga barang tersebut harganya menjadi rendah. Ibn Khaldun juga menunjukkan konsep biaya jangka panjang produksi ( Marshallian sense).


Ibn Khaldun terus menekankan kebijakan moneter yang stabil. Dia benar-benar menentang kebijakan-kebijakan yang bisa memainkan nilai mata uang. Dia khawatir pihak berwenang tergoda untuk mempermainkan nilai mata uang untuk mendapatkan keuntungan guna membangun istana dan membayar gaji para tentara bayaran. Jika pihak berwenang sampai melakukan hal itu, maka bisa terjadi inflasi dan penduduk akan kehilangan kepercayaan terhadap mata uang. Perlindungan terhadap daya beli uang itu harus dilaksanakan sebagai bentuk keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, dia mengusulkan didirikannya badan moneter yang independen di bawah kekuasaan Hakim Agung yang takut kepada Allah SWT. Sebab jika dibawah penguasa yang tidak takut Allah SWT maka penguasa tersebut bisa mempermainkan nilai mata uang demi keuntungan pribadi.


Pajak menurut Ibn Khaldun

Dalam sebuah artikel yang ditulisnya tentang ekonomi, Ibn Khaldun pernah menuslikan masalah pajak. Tulisan tersebut berada dalam karyanya yang berjudul Muqqadima pada bagian penyebab pendapatan kerajaan mengalami peningkatan atau penurunan.

Menurut pengamatannya, sebuah kerajaan yang baru saja didirikan mengambil pajak dari rakyatnya dengan pajak yang ringan. Tetapi ketika kerajaan tersebut semakin berkembang, maka pajak semakin besar. Tetapi jika para pendiri kekaisaran mengikuti jalan agama, mereka akan menerapkan pajak yang disahkan oleh hukum Tuhan yang mencakup Zakat (sedekah), Kharaj (pajak tanah), dan Jizyah. Baik zakat, kharaj, maupun jizyah jumlahnya tidak terlalu memberatkan bagi masyarakat. Lagi pula pajak semacam itu sudah tetap dan tidak bisa dinaikan.


Jika kerajaan dibangun dalam sistem suku dan penaklukan, maka peradaban yang pertama merupakan nomaden. Sebenarnya peradaban dibentuk untuk membuat para penguasa menjadi penuh kebaikan, kesabaran, dan ketidakpedulian terhadap perolehan kekayaan, kecuali dalam kasus tertentu. Dengan demikian, pajak dan kewajiban-kewajiban pribadi yang digunakan untuk memberikan pendapatan kepada kerajaan seharusnya ringan. Jika pajak itu ringan, maka subjek pajak akan melaksanakan kewajiban mereka dengan energi dan antusiasme. Masyarkat akan giat bekerja untuk menyisihkan sebagian penghasilannya guna membayar pajak yang ringan. Sehingga banyak orang akan bekerja keras untuk meraih pendapatan. Akibatnya orang yang membayar pajak ringan meningkat sehingga pendapatan negara juga meningkat.


Ketika kerajaan telah mengalami periode yang cukup panjang dan mulai menetap, tidak nomaden lagi. Maka kerajaan akan melakukan kegiatan bisnis. Kemudian kesederhanaan, tata krama, kesabaran mulai menghilang. Administrasi menjadi lebih menuntut dan detil. Anggota kerajaan semakin sejahteraan dan penuh dengan kesenangan. Mereka hidup dalam kemewahan dan kebutuhan baru yang kurang penting mulai bermunculan. Hal ini mendorong kerajaan untuk menaikkan pajak pada semua golongan masyarakat, termasuk petani. Mereka ingin pajak membawa lebih banyak keuntungan bagi negara. Mereka juga memaksakan penjualan produk-produk pertanian di kota-kota.


Pengeluaran untuk pembelian barang mewah semakin meningkat dalam pemerintahan. Pajak juga naik semakin tinggi. Sehingga rakyat semakin terbebani, dan hal itu membuat dorongan para petani untuk bekerja semakin luntur. Sebab semakin banyak pendapatan yang mereka hasilnya semakin besar pula pajak yang harus mereka tanggung.


Ketika petani membandingkan antara biaya pengeluaran mereka dengan pendapatan mereka, petani menjadi semakin kecewa. Sehingga mereka meninggalkan pertanian. Hal ini menimbulkan penurunan pajak yang dikumpulkan oleh negara. Sehingga pendapatan negara berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya negara atau pemerintah tidak menerapkan pajak yang terlalu tinggi kepada masyarakatnya supaya mereka giat bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar